Rabu, 14 Desember 2011

Tugas Sejarah Bab 4, 3 IPS 1 SMA Negeri 3 Bontang


BAB 4


A.           Perjuangan Kembali ke Negara Kesatuan Republik Indonesia

Dengan ditandatanganinya Konferensi Meja Bundar (KMB) maka berakhirlah perjuangan fisik bangsa Indonesia melawan Belanda. Belanda Berhasil memaksa Indonesia menerima kedaulatannya dalam bentuk Republik Indonesia Serikat (RIS) yang terdiri atas puluhan Negara bagian dan memiliki angkatan perang yang disebut Angkatang Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS). Bentuk serikat bukan bentuk Negara yang dikehendaki oleh rakyat Indonesia karena RIS memiliki banyak kelemahan, antara lain :
1.      RIS tidak memiliki tujuan Negara yang jelas;
2.      RIS tidak memiliki pertahanan yang kuat;
3.      Lahirnya Negara bagian dalam RIS untuk kepentingan Belanda;
4.      RIS adlah wujud nyata perpecahan bangsa Indonesia;
5.      Tidak adanya militer dalam negara bagian RIS karena pertahanan hanya dijalankan di pusat oleh APRIS.

Karena kelemahan - kelemahan di atas maka bentuk Negara serikat sulit untuk dipertahankan karena hanya sebagian besar rakyat negara bagian merasa tidak puas dengan dibentuknya RIS. Rakyat berdemonstrasi menentang berdirinya Negara-negara bagian dan menuntut pembubaran Negara bagian serta bergabung dengan Republik Indonesia. Pada tanggal 8 Maret 1950, pemerintahan RIS dengan persetujuan Parlemen (DPR) dan senat RIS mengeluarkan Undang- Undang Darurat No.11 tahun 1950 tentang tata cara perubahan susunan kenegaraan RIS.

Untuk menanggapi keinginan rakyat yang semakin meluas di Negara – Negara bagian yang masih berdiri, setelah pemerintah RIS mendapat kuasa penuh dari kedua pemerintah Negara bagian tersebut, maka dilangsungkan perundingan antara RIS dan Republik Indonesia  pada bulan Mei 1950 tentang pembentukan Negara kesatuan.

Pada tanggal 19 Mei tercapai persetujuan yang dituangkan dalam Piagam Persetujuan 19 Mei 1950, yang isinya adalah kesepakatan untuk membentuk Negara kesatuan sebagai penjelmaan Republik Indonesia berdasarkan Proklamasi 17 Agustus 1945. Selanjutnya dibentuk sebuah panitia bersama yang diberi tugas untuk melaksanakan Piagam Persetujuan 19 Mei 1950 tersebut untuk menyusun Rancangan Undang – Undang Dasar Kesatuan. Pada tanggal 14 Agustus 1950 Parlemen dan Senat RIS mengesahkan Rancangan Undang – Undang Dasar Sementara Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) hasil panitia bersama yang sebelumnya sudah disetuji pada tanggal 12 Agustus 1950 oleh Badan Pekerja-KNIP di Yogyakarta. Dengan dibacakannya Piagam terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia oleh Presiden RIS Ir. Soekarno, maka berakhirlah Republik Indonesia Serikat dan pda tanggal 17 Agustus 1950 Indonesia secara resmi kembali kepad bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Undang – Undang Dasar Sementara (UUDS 1950).


B.            Kehidupan Politik Masa Demokrasi Liberal.

1.          Penerapan Sistem Multipartai

Sejak diumumkannya maklumat pemerintah tertanggal 3 November 1945 maka berdirilah sejumlah partai – partai di Indonesia.pada tanggal 7 Novembeer 1945 berdiri Partai Komunis Indonesia (PKI) di bawah pimpinan MR. Mohammad Jusuf yang diganti oleh Sardjono. Yang berturut – turut diikuti oleh munculnya partai – partai politik lain seperti Partai Islam Masyumi ( Majelis Syuro Muslimin Indonesia ) di bawah pimpinan dr. Sukiman Wirjosandjojo, Partai Buruh Indonesia (PBI) dengan Njono sebagai ketua umumnya, Partai Rakyat Jelata ( Partai Kristen Indonesia ) yang diketuai oleh Prabowinoto, Partai Sosialis Indonesia, Partai rakyat Sosialis yang didirikan oleh Sutan Sjahrir pada tanggal 20 November 1945. Di Jakarta oleh beberapa orang dibentuk partai politik dengan nama Serikat Rakyat Indonesia (Serindo) yang dipimpin oleh S. Mangunsarkoro sebagai ketua dan Osa Maliki sebagai sekretarisnya. Namun setelah diadakan perundingan dengan beberapa partai politik yang sama asa maupun tujuannya, akhirnya partai – partai tersebut berfusi menjadi Partai Nasional Indonesia yang oleh para pelopornya dipandang sebagai kelahiran PNI kembali. Partai – partai yang didirikan pada akhir tahun 1945 dan permulaan tahun 1946 tersebut melacarkan perjuangan politik, baik dalam KNIP maupun dalam  organisasi – organisasi perjuangan lainnya.

Perbedaan sistem partai pada masa perang kemerdekaan dan pada mas 1950 – 1959 ialah bahwa pada zaman perang, lahir banyak badan – badan perjuangan. Partai – partai politik itu pada umumnya juga memusatkan kegiatannya kepada perjuangan melawan Belanda yang ketika itu berusaha menghancurkan Republik Indonesia.

            Setelah rancangan konstotusi Republik Indonesia disepakati dan disahkan oleh Badan Pekerja KNIP (BP – KNIP ) di Yogyakarta dan oleh DPR RIS di Jakarta maka dinyatakan bahwa pada tanggal 15 Agustus 1950 Negara Kesatuan Republik Indonesia berdiri kembali pada tanggal 17 Agustus 1950. Namun, Undang – Undang Dasar yang berlaku pada saat itu adalah Undang – Undang Dasar Sementara (UUDS 1950). Dalam UUDS 1950 Pasal 1 ayat 1 dan 2 disebutan bahwa kedaulatan dilakukan oleh pemerintah bersama – sama dengan DPR dan pemerintahan berbentuk Parlementer.

            Dengan demikian, sejak tahun 1950 di Indonesia terjadi perubahan sistem ketatanegaraan dri system demokrasi Pancasila kepada system demokrasi Parlementer. Adanya perubahan terhadap system ketatanegaraan tersebut juga mengubah fungsi lembaga – lembaga DPR dan Lembaga Presiden. Dalam system parlementer kedaulatan rakyat disalurkan kembali melalui partai politik yang memerintah dengan perbandingan kekuasaan dalam parlemen. Antara tahun 1950 – 1959 di dalam DPR Partai – Partai Masyumi dan PNI adalah partai yang terkuat dan dalam masa lima tahun pertama(1950 – 1955) PNI dan Masyumi silih berganti memegang kekuasaan pemerintahan.

2.    Pergantian Kabinet

            Di Indonesia, selama masa demokrasi liberal sering terjadi pergantian kabinet karena adanya mosi tidak percaya dari partai oposisi dalam DPR. Dalam UUD 1950 ditetapkan bahwa sistem demokrasi yang digunakan adalah demokrasi liberal. Sedangkan sistem pemerintahannya adalah kabinet parlementer. Dalam kabinet parlementer, kekuasaan pemerintahan tertinggi di pegang oleh perdana menteri, presiden hanya berkedudukan sebagai kepala Negara. Perdana menteri bersama para Menteri (kabinet) bertanggung jawab kepada parlemen (DPR). Kabinet yang tidak selaras dengan parlemen dapat dijatuhkan sewaktu – waktu oleh parlemen. Itulah yang mengakibatkan silih bergantinya kabinet. Kabinet – kabinet  di Indonesia selama masa demokrasi liberal tersebut antara lain :
a)      Kabinet Natsir;
b)      Kabinet Sukiman;
c)      Kabinet Wilopo;
d)     Kabinet Ali – Wongso;
e)      Kabinet Burhanuddin Harahap;
f)       Kabinet Ali Sastroamijoyo II;
g)      Kabinet Juanda.

3.    Sistem Politik pada Masa Demokrasi Liberal

Secara formal Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan kelanjutan dari RIS. Namun sebagian besar rakyat Indonesia menganggapnya sebagai kelanjutan Republik Indonesia hasil Proklamasi 17 Agustus 1945, namun Undang – Undang Dasar yang di pakai adalah UUDS 1950 yang menganut cabinet demokrasi parlementer. Sistem demokrasi parlementer disebut juga sistem demokrasi liberal. Zaman demokrasi liberal ditandai dengan sering bergantinya kabinet akibat persaingan antara partai – partai politik. Akibat sering berganti kabinet  pemerintahan di Indonesia menjadi tidak stabil. Karena kabinettidak dapat menjalankan programnya dengan baik.labilnya pemerintahan selain disebabkan cabinet yang sering berganti, juga disebabkan oleh gangguan keamanan yang telah ada sejak masa perang kemerdekaan. Gangguan keamanan itu adalah bom waktu yang ditinggalkan belanda yang tidak rela mengembalikan jajahannya kepada Indonesia.

C.     Pemilu 1955

Untuk meredakan perebutan pengaruh antara partai – partai politik dan pergolakan di daerah maka pada tahun 1955 pemerintah mengadakan pemilihan umum ( Pemilu ) I dan berhasil membentuk Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan konstituate (Badan Pembuat Undang – Undang Dasar). Panitia Pemilu Indonesia (PPI) telah ditetapkan waktu pelaksanaan Pemilu, yaitu tahap 1 tanggal 29 September 1955 untuk memilih anggota DPR dan tanggal 15 Desember 1955. Pemilu 1955 di ikuti oleh puluhan partai, organisasi massa, dan individu. Dalam pelaksanaannya, Indonesia dibagi menjadi 16 daerah pemilihan meliputi 208 kabupten, 2.139 kecamatan, dan 43.429 desa dengan jumlah pemilih 39 juta orang. Meski merupakan pemilu pertama, masyarakat Indonesia mampu menjalankan pemilu dengan demokratis dan aman. Berdasarkan hasil pemilu tersebut, maka pada tanggal 20 Maret 1956 dilaksanakan pelantikan anggota DPR dan tanggal 10 November 1956 dilakukan pelantikan anggota konstituate.

D.     Dekret Presiden 5 Juli 1959

Memasuki tahun 1957 situasi politik di Indonesia masih diwarnai dengan adanya pertentangan antarelite politik. Hasil pemilihan umum pertama tahun 1955 tidak memenuhi harapan rakyat. Untuk mengatasi instabilitas politik yang semakin membahayakan Negara maka pada tanggal 21 Februari 1957 presiden Soekarno mengemukakan rumusan politiknya yang dikenal sebagai Konsepsi Presiden di Istana Negara, yang isi pokoknya adalah :

1.      Pembentukan Kabinet Gotong Royong
Kabinet ini didukung oleh semua partai yang mempunyai perwakilan dalam DPR dengan memasukkan keempat partai besar, yaitu Masyumi, PNI, NU dan PKI.

2.      Membentuk Dewan Nasional
Badan ini beranggotakan wakil - wakil golongan fungsional. Tugas badan ini adalah sebagai badan penasihat pemerintah.

Namun konsepsi Presiden tidak berhasil mendapat dukungan mayoritas sehingga tidak dapat mencapai consensus dalam parlemen.

            Konstituate yang mulai bersidang sejak tahun 1956 sampai tahun 1959 belum berhasil merumuskan undng – undang dasar (konstitusi) baru. Sehingga situasi politik dalam negeri semakin memburuk.
Adapun sebab – sebab gagalnya konstituante menyususn undang – undang dasar adalah sebagai berikut :
1)      Terjadi perdebatan anatara partai Islam dengan partai non Islam, Partai islam menginginkan Islam dijadikan dasar Negara, namun partai non Islam menginginkan Pancasila dijadikan dasar Negara;
2)      Persoalan sistem demokrasi apa yang akan dipraktikkan di Indonesia;
3)      Persoalan Dwi fungsi ABRI;
4)      Anggota Konstituante lebih loya kepada kelompoknya masing – masing, dari pada memikirkan gagasan – gagasan dalam rangka memecahkan masalah persoalan Negara yang semakin pelik. Sehingga terjadi perpecahan di Konstituante.
Menanggapi usul presiden tanggal 22 April 1959 didepan sidang konstitante, konstituante kembali mengadakan siding untuk pemungutan suara guna menolak atau menerima usul Presiden tersebut. Setelah diadakan pemungutan suara pada tanggal 29 Mei 1959 ternyata kuorum tidak tercapai karena banyak sekali anggota yang tidak hadir. Akibatnya timbullah kemacetan dalam sidang konstituante.

            Kegagalan merumuskan sebuah konstitusi baru dan ketidakmampuanbekerja secara parlementer untuk kembali ke UUD 1945 mendorong presiden mengambil langkah – langkah politik untuk mengatasi keadaan darurat tersebut.
            Pada tanggal 5 Juli 1959 pukul 17.00 WIB dalam suatu upacara resmi di Istana Merdeka Jakarta, Presiden Soekarno mengumumkan Dekret yang isinya, antara lain
a.       Membubarkan Dewan Konstituante;
b.      Memberlakukan kembali UUD 1945 dan membekukan berlakunya UUD Sementara 1950;
c.       Segera membentuk MPRS dan DAPS.
           
Dasar hukum dikeluarkan Dekret Presiden 5 Juli 1959 adalah hukum darurat Negara (Stat Overleg Beleid), mengingat ketatanegaraan yang membahayakan persatuan dan keselamatan bangsa. Dekrat Presiden 5 Juli 1959 juga mempunyai kekuatan moral yang berumber pada dukungan seluruh rakyat Indonesia melalui DPR hasil pemilu 1955 secara aklamasi.








E.            Perkembangan Politik Masa Demokrasi Terpimpin

1.   Penataan Kehidupan Politik
a.     Pembentukan MPRS dan DPAS
Untuk melaksanakan Dekret Presinen maka di bentuklah Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) yang dibentuk berdasarkan penetapan Presiden No. Tahun 1959. Penunjukan anggota MPRS dilakukan dengan syarat, antara lain
1)      Setuju kembali pada UUD 45;
2)      Setia pada perjuangan RI;
3)      Setuju terhadap Manifesto Politik (Manipol)

Keanggotaan MPRS disusun dengan komposisi gotong royong sebagai perwujudan demokrasi terpimpin. Tugas MPRS tersebut adalah menyusun GBHN. Pada sidang umum pertama MPRS di bandung tanggal 10 November 1960 – 7 Desember 1960 menhasilkan keputusan untuk menetapkanManifesto Politik presiden (Manipol) sebagai GBHN. Selanjutnya, sebagai tindak lanjut Dekret Presiden dibentuk pula Dewan Perwakilan Agung Sementara (DPAS) berdasarkan Penpres No. 3 Tahun 1959. Selain membentuk MPRS, juga dibentuk Dewan Perancang Nasional yang diketuai oleh Mr. Mohammad Yamin, dan Front Nasional diketuai oleh Presiden Soekarno.
      Penyelewengan UUD 1945 ditunjukkan dengan penunjukan anggota MPRS oleh Presiden. Seharusnya presiden bertanggung jawab kepada badan itu.
Demokrasi Terpimpin yang seharusnya menciptakan kesejahteraan rakyat melalui pembangunan ternyata semakin jauh menyimpang karena presiden Soekarno malahan menumpuk kekuasaan dalam tangannya sendiri.

b.    Pembubaran DPR dan Pembentukan DPRGR
Pada tahun 1960 DPR hasil Pemilihan Umum I dinyatakan dibubarkan dan tidak lama kemudian presiden telah selesai menyusun daftar anggota DPR baru. Oleh presiden Soekarno DPR baru tersebut dinamakan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPRGR). Berbeda denga DPR lama yang anggotanya hanya terdiri dari utusan partai – partai politik maka dalam DPRGR duduk wakil dari golongan fungsional seperti TNI dan Polisi yang sejak tahun 1959 secara formal telah tampil sebagai kekuatan social politik atau golongan karya.
DPRGR dalam kenyataan tidak dapat berfungsi sesuai dengan UUD karena anggotanya ditunjuk oleh presiden Soekarno sehingga mereka sukar untuk tidak menyetujui keinginan Presiden. Lembaga Legislatif (DPR) seharusnya sejajar kedudukannya dengan presiden menurut UUD 1945. Namun dalam kenyataannya kedudukannya jauh lebih rendah dari presiden. Bahkan, ketua DPRGR diangkat menjadi menteri sehingga ia menjadi pembantu presiden.
c.      Pembentukan Kabinet Kerja
Setelah Dekret Presiden 5 Juli 1959 maka kepala Negara dipegang oleh presiden. Berdasrkan UUD 45, presiden selain sebagai kepala Negara juga berperan sebagai kepala pemerintahan. Oleh karena itu, presiden Soekarno membentuk suatu Kabinet Kerja. Menteri pertama dijabat oleh Ir. Juanda. Kabinet Kerja dilantik pada tanggal 10 Juli 1959. Program Kerja Kabinet disebut Triprogram, yaitu meningkatkan sandang dan pangan, menstabilkan keamanan, dan mengembalikan Irian Jaya Barat.

2.   Sentralisasi Kekuasaan
Tindakan pemusatan presiden Soekarno tidak terbatas pada bidang legislatif, tetapi juga meliputi bidang Yudikatif (kehakiman). Ketua Mahkamah Agung dan Jaksa Agung diangkat menjadi menteri. Dengan demikian, kekuasaan Eksekutif, Legislatif, dan Yudikatif telah ditempatkan dibawah presiden Soekarno. Sementara itu, Angkatan Bersenjata yang seharusnya menjadi alat perjuangan maupun aparat pertahanan dan keamanan yang tangguh dipecah belah. Persaingan antar angkatan malah dipertajam, sedangkan persaingan pribadi antara tokoh dengan tokoh atau antar kelompok dalam setiap angkatan didorong. Selain itu, Undang – Undang Dasar 1945 tidak dilaksanakan secara murni. Untuk lebih memperkuat kekuasaan mutlaknya maka MPRS dalam sidangnya tahun 1963 justru menetapkan presiden Soekarno menjadi presiden seumur hidup walaupun menurut UUD 1945 presiden dipilih oleh MPR untuk jangka waktu 5 tahun.

a.  Pemasyarakatan NASAKOM
Dalam usahanya menggalang dukungan politik, presiden soekarno mengumumkan ajaran NASAKOM (nasionalis, agama, dan komunis) yang dianggap mewakili golongan mayoritas dalam masyarakat. Meskipun golongan agama dan nasionalis menentang Nasakom karena bertentangan dengan PKI, namun mereka tetap menerima konsep Nasakom karena khawatir di cap sebagai komunistofobi.
Melalui Nasakom PKI berhasil menjadi partai besar, PKI berhasil meyakinkan Soekarno bahwa tanpa PKI, Presiden Soekarno posisinya akan lemah terhadap TNI. Dengan perlindungan presiden Soekarno maka kedudukan PKI semakin kuat. Rakyat diajak menyelesaikan Revolusi sesuai dengan tahapan yang ditentukan oleh PKI.

b.    Pembatasan Partai – partai
PKI berhasil mempengaruhi presiden Soekarno untuk membubarkan Partai Murba. Selanjutnya, PKI mengadakan penyusupan kedalam partai – partai dan organisasi – organisasi lain. Misalnya penyusupan (infiltrasi) PKI yang mengakibatkan pecahnya PNI menjadi dua pimpinan Ali Sastroamijoyo yang disusupi oleh tokoh PKI, Ir. Surachman sehingga haluannya menjai sejajar dengan PKI. Selanjutnya mereka membentuk PNI dibawah pimpinn Osa Maliki dan Usep Ranawidjaya yang kemudian dikenal sebagai PNI Osa-Usep.

3.   Meluasnya Pengaruh PKI
Sejak konsep demokrasi terpimpin dilaksanakan di Indonesia kegiatan politik didominasi oleh PKI. Perkembangan politik pada saat itu didasarkan pada pelaksanaan ide Nasakom(nasionalis, agamis, dan komunis). Hal itu menyebakan PKI mendapatkan kesempatan untuk memperluas pengaruhnya disemua lapisan masyarakat, termasuk pemerintahan dan ABRI.
Pengaruh PKI semakin meluas di masyarakat disebbkan oleh hal – hal sebagai berikut.
a)      Keputusan pemerintah membubarkan Masyumi dan Partai Sosialis Indonesia (PSI) yang merupakan kekuatan politik pesaing PKI pada bulan Agustus 1960 makin memperkuat kedudukan PKI secara politik diindonesia.
b)      Kondisi ekonomi yang semakin menurun dimanfaatkan oleh PKI untuk membangun sismpati terutama dikalangan masyarakat bawah karena mereka paling mengalami tekanan ekonomi akibat harga – harga barabg yang tidak terbeli.
c)      Keberhasilan PKI memobilisasi para buruh, petani, nelayan, pedagang kecil dan pegawai rendahan dengan menjanjikan untuk mendapatkan kenaikan pendapatan.
d)     Pada akhir tahun 1963 PKI melakukan gerakan aksi sepihak terutama di jawa, Bali, dan Sumatra Utara dengan mengambil alih tanah milik petani kaya serta perkebunan milik pemerintah untuk dibagikan kepada para petani pendukung PKI. Semua tindakan ini dilakukan PKI dengan kekerasan.
Akibat tindakan PKI tersebut di tengh masyarakat muncul kelompok yang anti-PKI. Akibatnya, terjadi pertikaian berkepanjangan. Gerakan anti- PKI muncuk disemua lapisan masyarakat terutama dari kelompok intelektual dan para seniman.
Karena perkembangan politik pada masa Demokrasi Terpimpin cukup menguntungkan PKI, pda bulan Mei 1964 Manikebu dilarang oleh pemerintah. Akibatnya, sebagian dari sastrawan pendukung anti-Lekra dipenjarakan tanpa proses peradilan. Dominasi politik PKI dalam menemukan kebjaksanaan pemerintah makin besar ketika pada bulan September 1964 Partai Mubra yang menentang PKI juga dibubaran pemerintah.
Para wartawan anti-PKI juga membentuk kelompok yang dikenal dengan nama Badan Pendukung Sukarnoisme (BPS) yang dipimpin oleh Adam Malik. Tetapi aktivitasnya juga dilarang pemerintah pada bulan Desember 1964.
PKI selain berhasil menanamkan pengaruhnya di kalangan masyarakat umum dan kelompok sipil, juga berusaha menanamkan pengaruhnya ditubuh militer. PKI berhasil mempengaruhi para prajurit ABRI, baik ditubuh Angkatan Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udara maupun Kepolisian.

4.   Penyimpangan Politik Luar Negeri Indonesia Bebas Aktif
Sejak merdeka para pendiri Negara Indonesia telah menyusun landasan politik luar negeri Indonesia yang tercantum dalam alinea pertama pembukaan UUD 1945 yan berbunyi,” ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan social”. Salah satu langkah untuk melaksanakan politik luar negeri Indonesia dilakukan dengan cara mendaftarkan diri menjadi anggota PBB yang ke-60 pada tanggal 28 September 1950 di New York, Amerika Serikat.

Prinsip politik luar negeri bebas aktif diindonesia pertamakali dirumuskan pada masa pemerintahan Hatta. Politik luar negeri bebas diartikan bahwa Indonesia bebas menjalin hubungan dengan Negara lain. Aktif, artinya Indonesia berperan aktif dalam mewujudkan perdamaian dunia. Pada masa kelahirannya, prinsip politik bebas aktif dipilih untuk menolak tuntutan pihak komunis di Indonesia. Kebijakan politik luar negeri tersebut diteruskan oleh berbagai cabinet pemerintahan Indonesia. Politik luar negeri Indonesia ternyata lebih condong kepada Negara – Negara blog komunis seperti RRC dan Korea Utara. Erat hubungannya Indonesia dengan Negara – Negara Komunis sebagai perwujudan sikap antinegara barat tersebut diwujudkan dengan pembentukan Poros Jakarta-Peking-Pyongyang-Phnom Penh-hanoi yang dideklarasikan oleh presiden Soekarno pada bulan Agustus 1965. Selain menjalin hubungan yang erat dengan negar blok komunis, Indonesia juga melakukan politik konfrontasi dengan Malaysia. Presiden Soekarno beranggapan bahwa pembentukan Federasi Malaysiahanyalah alat politik kolonialisme Inggris. Presiden Soekarno menentang pembentukan Federasi Malaysia dan menyebut bahwa hal tersebut adalah sebuah rencana neokolonialisme untuk mempermudah rencana pihak Inggris di wilayah tersebut.

Ciri kebijakan politik luar negeri Indonesia sebelum tahun 1965 adalah politik mercusuar yang dijalankan Presiden Soekarno.presiden Soekarno berpendapat bahwa Indonesia adalah mercusuar yang dapat memandu perjuangan Negara – Negara NEFO diseluruh dunia melawan kekuatan neoklolonialisme, dan imperialism. Untuk mewujudkan tujuan politik mercusuar tersebut maka Indonesia mengadakan proyek – proyek politi yang diharapkan mampu menjunjung nama Indonesia di mata Negara – Negara NEFO. Dampak kebijakan politik luar negeri mercusuar tersebut mengorbankan kepentingan nasional karena pelaksanaan politik mercusuar menyerap dana yang besar ditengah – tengah kesulitan ekonomi rakyat.

Penyimpangan politik luar negeri bebas aktif tersebut mencapai puncaknya saat Indonesia memutuskan keluar dari Perserikatan Bangsa – Bangsa pada tanggal 7 Januari 1965 sebagai protes atas diterimanya Malaysia sebagai anggota Dewan Keamanan PBB.
             
F.   KebijakanEkonomi Masa Demokrasi Terpimpin
1.  Kebijakan Gunting Syafruddin
2.  Nasionalisasi de Javasche Bank
3.  Sistem Ekonomi Gerakan Banteng
4.  Gerakan Asaat
5.  Nasionalisasi Perusahaan Belanda
6.  Pelaksanaan Pembangunan Nasional
7.  Devaluasi Mata Uang Rupiah
8.  Deklarasi Ekonomi
9.  Kondisi Ekonomi pada Masa Akhir Demokrasi Terpimpin

G.          Perjuangan Pembebasan Irian Barat

Masalah Irian Barat muncul karena Belanda menolak menyerahkan kedeaulatan atas Irian Barat pada Indonesia.  Menurut perjanjian KMB, masalah Irian Barat akan dibicarakan antara RIS dan Belanda setahun setelah penyerahan kedaulatan pada RIS. Setelah satu tahun Irian Barat belum juga diserahkan Belanda kepada Indonesia. Pemerintah RI berusaha melakukan upaya penyelesaian masalah irian barat mealui jalur diplomasi.Wilayah Irian Barat adalah wilayah yang tidak bisa dipisahkan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Namun , sampai peristiwa pengakuan kedaulata dari Belanda kepada Indonesia, Irian Barat masih dikuasai Belanda. Oleh karena itu pula diperjuangkan pembebasannya.
Perjuangan Pembebasan Irian Barat jika diklasifikasikan ada dua strategi, yaitu secara diplomasi dan perjuangan bersenjata.





A. Perjuangan Diplomasi

1. Upaya Perundingan dengan Belanda

Menurut ketentuan Konferensi Meja Bundar ( KMB ), masalah Irian Barat ditunda penyelesaiannya setahun kemudian. Oleh karena itu, pada waktu berlangsung upacara pengakuan kedaulatan, wilayah Irian barat tidak termasuk sebagai daerah RIS.
Berdasarkan keputusan KMB, semestinya pada akhir tahun 1950 sudah ada upaya Belanda untuk mengembalikan Irian Barat kepada pihak Indonesia. Akan tetapi, tampaknya keputusan KMB yang berkaitan dengan Irian Barat tidak berjalan lancar. Belanda tampak ingin tetap mempertahankan Irian Barat. Oleh karena itulah, Indonesia berusaha mengembalikan Irian Barat melalui upaya diplomasi dan berunding langsung dengan Belanda.
Beberapa kabinet pada masa demokrasi liberal juga memiliki program pengembalian Irian Barat ke pangkuan Republik Indonesia. Setiap kabinet mencoba melakukan perundingan dengan Belanda. Perundingan itu misalnya pada masa Kabinet Natsir, Sukiman, Ali Sastroamidjojo dan Burhanuddin Harahap. Bahkan pada masa Kabinet Burhanudin Harahap diadakan pertemuan antara Menteri Luar Negeri Anak Agung dan Luns di Den Haag. Akan tetapiperundingan-perundingan itu tidak berhasil mengembalikan Irian Barat.

2. Upaya Diplomasi melalui PBB

Sejak tahun 1953 usaha melalui forum PBB dilakukan oleh Indonesia. Masalah Irian barat setiap tahun selalu diusulkan untuk dibahas dalam Sidang Umum PBB. Sampai dengan Desember 1957, usaha malalui forum PBB itu juga tidak berhasil. Sebabnya dalam pemungutan suara, pendukung Indonesia tidak mancapai 2/3 jumlah suara di Sidang Umum PBB.

3. Pembentukan Pemerintahan Sementara

Perjuangan pembebasan Irian Barat juga ditempuh melalui politik dalam negeri. Bertepatan dengan HUT Proklamasi Kemerdekaan RI ke- 11, tanggal 17 Agustus 1956, Kabinet Ali Sastroamijoyo membentuk Pemerintahan Sementara Irian Barat. Tujuan pembentukan pemerintahan sementara dalam hal ini adalah pernyataan pembentukan Propinsi Irian Barat sebagai bagian dari RI.
Propinsi Irian Barat yang terbentuk itu meliputi wilayah Irian yang masih diduduki Belanda ditambah daerah Tidore, Oba, Patani dan Wasile di Maluku Utara. Pusat pemerintahan Propinsi Irian Barat berada di Soasiu, Tidore Maluku. Sebagai Gubernurnya Sultan Zaenal Abidin Syah ( Sultan Tidore ). Pelantikannya dilangsungkan tanggal 23 September 1956.
Akibat dari pembentukan pemerintahan sementara Propinsi Irian Barat, antara lain Belanda makin terdesak secara politis. Selain itu Belanda menyadari bahwa Irian barat merupakan bagian Indonesia yang berdaulat.

4. Pemogokan dan Nasionalisasi Berbagai Perusahaan

Selain melalui bidang politik usaha perjuangan untuk membebaskan Irian Barat juga dilancarkan melalui bidang sosial ekonomi. Pada waktu perjuangan pengembalian Irian Barat melalui Sidang Umum PBB pada tahun 1957, Menteri Luar Negeri Indonesia, Subandrio menyatakan akan menempuh jalan lain. Jalan lain yang dimaksud Subandrio memang bukan senjata tetapi berupa konfrontasi ekonomi.
Tanggal 18 Nopember 1957 diadakan gerakan pembebasan Irian Barat dengan melakukan rapat umum di Jakarta. Rapat umum itu diikuti dengan pemogokan total oleh kaum buruh yang bekerja di perusahaan-perusahaan Belanda pada tanggal 2 Desember 1957.
Setelah itu terjadilah serentetatn pengambilalihan ( nasionalisasi ) modal dan berbagai perusahaan milik Belanda. Pengambilalihan tersebut semula dilakukan spontan oleh rakyat. Akan tetapi, kemudian diatur dengan Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 1958. Beberapa contoh perusahaan yang diambilalih oleh Indonesia, antara lain :
a. Perbankan seperti Nederlance Handel Maat schappij (namanya kemudian menjadi Bank Dagang Negara)
b. Perkapalan
c. Perusahaan Listrik Philips
d. Beberapa perusahaan perkebunan
Untuk meningkatkan gerakan dan memperkuat persatuan rakyat Indonesia tanggal 10 Februari 1958 permerintah membentuk Front Nasional Pembebasas Irian Barat

B. Perjuangan dengan Konfrontasi Bersenjata
Secara politik Irian Barat belum berhasil,untuk itu Indonesia mencari alternatif lain, yakni perjuangan dengan konfrontasi bersenjata. Apa saja yang dimaksud dengan perjuangan bersenjata itu ? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, kita dapat menelaah uraian berikut ini.

1. Perjuangan Melalui Trikora

Berbagai cara dan usaha Indonesia untuk membebaskan Irian Barat belum menunjukan hasil yang nyata. Belanda makin bersikap keras dan tidak mau mengalah. Bahkan, Belanda kemudian menyatakan bahwa Irian Barat merupakan wilayah Belanda sebagai bagian dari Nederlands. Oleh belanda, Irian Barat disebut dengan Nederlans-Nieuw Gunea.Menghadapai kenyataan bahwa berbagai cara yang ditempuh belum berhasil maka Indonesia maningkatkan konfrontasi di segala bidang. Tanggal 17 Agustus 1960 Indonesia memutuskan hubungan diplomatik dengan belanda.
Perjuangan pembebesan Irian Barat selanjutnya diarahkan dengan cara militer.Untuk menghadapi komfrontasi, pemerintahan melakukan perjanjian pembelian senjata dari luar negeri, seperti dengan Uni soviet. Selain itu, Indonesia juga mencari dukungan dengan negara-negara lain.

Melihat aksi Indonesia,Belanda tidak tinggal diam, Bulan April 1961 Belanda membentuk Dewan Papua. Dewan ini akan menyelenggarakan penentuan nasib sendiri bagi rakyat Irian Barat. Bahkan lebih lanjut, Belanda menunjukkan keberanian dan kekuatannya dengan melakukan langkah-langkah sebagai berikut :
a. Membentuk Negara Boneka Papuadengan lagu dan bendera Papua.
b. Mendatangkan bantuan dan mengirimkan pasukan dengan kapal perangnya ke perairan Irian, antara lain kapal Karel Doorman.
c. memperkuat angkatan perang Belanda di Irian Barat.
Dengan kenyataan itu, perjuangan pembebasan Irian Barat secara militer tampaknya tidak mungkin dihindarkan.
Tanggal 19 Desember 1961 melalui rapat umum di Yogyakarta, Presiden Soekarno Mencanangkan TRIKORA (Tri Komanda Rakayat),dan berikut isi TRIKORA :
a. Gagalkan pembentukan Negara papua
b. Kibarkan Sang merah putih di Irian Barat.
c. Bersiaplah untuk mobilisasi umum guna mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan Tanah air.

2.Operasi Militer dibawah Komando Mandala

Sebagai tindak lanjut program TRIKORA,Presiden Soekarno membentuk Mandala pembebasan Irian Barat. Yang dibentuk pada tanggal 2 Januari 1962 yang dipimpin oleh Mayor Jendral Suharto.Pusat dari komanda mandala berada di Ujungpandanguntuk melaksanan Trikora.
Untuk melaksanakan tugas itu,Komando Mandala melakuakan langkah-langkah berikut:
a. merencanakan,mempersiapkan dan melaksanakn operasi militer
b. mengembangkan situasi militer di wilayah Provinsi Irian Barat
Dalam rangka mempersiapkan operasi militer. Komando Mandala telah tahapan perjuangan.Pada bulan Maret sampai Agustus 1962 telah dimulai pendaratan pasukan ABRI dan sukarelawan dari laut & udara,dengan mendaratkan pasukan ditempatnya,misalnya:
a. Operasi Banteng di Fak-Fak Dan Kaimana
b. Operasi Srigala di Sorong dan Teminabiuan
c. Operasi Naga di Merauke
d. Operasi Jatayu di Sorong,Kaimana,dan Merauke

Pada tahapan persiapan dan infiltrasi telah terjadi insiden pertempuran di Laut Aru pada tanggal 15 Januari 1962.Pada waktu itu kapal RI motor terpedo boat Macan Tutul yang sedang patroli diserang oleh Belanda.Terjadilah pertempuran akan tetapi kapal RI Macan Tutul terbakar dan tenggelam.Dalam insiden ini meniggalah Komodor Yos Sudarso dan Kapten Laut Wiratno
Gerakan infiltrasi terus dilakukan.Pasukan mulai mendarat dan menguasai beberapa daerah di Irian Barat. Berikut para sukarelawan dan sukarelawati. Bendera merah putih mulai dipancangkan di berbagai daerah.

3. Rencana Bunker

Melihat pasukan Indonesia itu, Belanda mulai khawatir dan kewalahan. Dunia Internasional mangetahui dan mulai khawatir Amerika serikat mulai menekan Belanda agar mau beruding. Ellswoth Bunker, seorang diplomat AS ditunjuk sebagai penengah. Bunker selanjutnya mengusulka pokok-pokok penyalsaia masalah Irian Barat secara damai. Poko-poko usulan Bunker itu,antara lain berisi sebagai berikut.
a. Belanda akan menyarahkan Irian Barat kepada Idonesia melalui badan PBB, yakni UNTEA(United Nations Temporary Executive Authority)
b. Pemberian hak bagi rakyat Irian Barat untuk menetukan pendapat tentang kedudukan Irian Barat.
pokok tersebt dikenal dengan Rencana Bunker.Berdasarkan Rencana tersebut maka pada tanggal 15 Agustus 1962 tercapailah persetujuan antara indonesia dan belanda yang dikenal dengan Persetujuan New York
Adapun isi Perjanjian New York, antara lain:
a. Belanda harus sudah menyerahkan Irian Barat kepada UNTEA selambat-selambatnya 1 Oktober 1962.Bendera Belanda diganti dengan bendera PBB
b. Pasukan Yang sudah ada di Irian Barat tetap tinggal di Irian Barat dan dibawah kekuasaan UNTEA
c. Angkatan perang Belanda berangsur-angsur ditarik dan dikembalikan ke negeri Belanda.
d. Bendera Indonesia malai berkibar di Irian Barat disamping bendera PBB sejak tanggal 31 Desember 1962
e. Pemerintah RI akan menerima pemerintahan Irian Barat dari UNTEA selambat-lambatnya tanggal 1 Mei 1963

4. Akhir Konfrotasi Irian Barat Dan Papua

Setelah perundingan di New York,datanglah pemerintah untuk tembak-menembak antara kedua pihak.Dengan demikian Operasi Jayawijwya batal dilancarkan.
Sebagai pelaksanaan isi perjanjian new york secara resmi belanda menyerahkan irian baratkepada UNTEA. Pada tanggal 1 mei 1963 PBB menyerahkan Irian Barat kepada Indonesia. Penyerahan Itu dengan syarat pemerintah Indonesia mengadakan pungutan pendapat rakyat. Dengan damikian, Berakhiralah kekuasaan Belanda di Indonesia.Dan kemudian Irian Barat diganti menjadi menjadi Irian Jaya dan bergabung dengan Republik Indonesia